Mungkin selama ini, kita hanya mengenang peristiwa Idul Adha tentang kisah Nabi Ibrahim dan Ismail AS. Tapi ternyata, ada kisah yang tak kalah menarik dari Ibunda Siti Hajar yang bisa kita jadikan pelajaran.
Nyai Hj Badriyah Fayumi, pengasuh pesantren Mahasina, Kota Bekasi, menyebutkan bahwa di balik peristiwa Idul Adha ada kisah Sayyidatina Hajar RA. Bagaimana Sayyidatina Hajar RA berjihad sebagai seorang perempuan, makhluk spiritual, intelektual, hingga sosial dengan akal budi yang sempurna dalam peristiwa Idul Adha.
6 Pelajaran Kisah Siti Hajar di Balik Idul Adha
Ibu Nyai Hj Badriyah dalam halaqohnya memberikan enam pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Siti Hajar di balik Idul Adha. Yang mana, pelajaran ini menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki peran dalam peristiwa tersebut. Berikut diantara 6 pelajarannya:
1. Keimanan, Akal Budi, dan Rasionalitas Siti Hajar
Sebagai seorang perempuan, Siti Hajar menunjukkan keimanan, akal budi dan rasionalitasnya yang sangat sempurna. Ini terbukti saat mendapatkan perintah dari Allah untuk mengurbankan Ismail, Siti Hajar langsung ikhlas menyerahkannya.
Dari sini kita bisa belajar bahwa perempuan jangan hanya dilihat sebagai makhluk fisik belaka. Akan tetapi, juga harus dilihat dari keimanannya kepada Allah, akal budi, dan rasionalitasnya.
Baca Juga: Malaikat Pelindung Manusia dari Segi Agama
2. Perempuan Sebagai Subjek Sejarah Haji
Bagaimana perempuan menjadi subjek dari Tasyri’ Haji. Hal ini ada dalam peristiwa-peristiwa berikut:
- Romyul Jumroh, yang mana salah satu subjeknya adalah perempuan, yaitu Sayyidah Hajar. Sayyidah Hajar digoda oleh setan agar tidak menyerahkan anak yang telah dibesarkannya untuk dikurbankan. Namun, Sayyidah Hajar tidak tergoyahkan akan hal itu. Sayyidah Hajar lalu melempar batu kepada setan penghasut.
- Kurban yang subjeknya Nabi Ibrahim, Sayyidah Hajar, dan juga Islail.
- Sa’i yang subjeknya perempuan, yaitu Sayyidah Hajar demi menjaga kehidupan Ismail yang masih bayi. Sayyidah Hajar berjalan dan berlari bolak-balik 7x mencari air untuk bayinya, Ismail.
3. Idul Adha Jadi Role Model Jihadnya Perempuan
Apa itu jihad? Ialah usaha yang maksimal, sungguh-sungguh mengerahkan segala daya dan upaya untuk bisa menegakkan ajaran Allah (li i’laa i Kalimatillah).
Sayyidah Hajar berjihad dengan cara bolak-balik ke padang pasir yang tandus agar bisa mempertahankan kehidupan Ismail. Sayyidah Hajar mencari air untuk Ismail.
4. Idul Adha Menunjukkan Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan
Selanjutnya, Idul Adha menunjukkan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam hal ‘Ubudiyah. Simbolnya bisa kita lihat saat Ied (‘udhiyah/penyembelihan), dalam Fiqh ‘udhiyah tidak membedakan laki-laki dan perempuan mengenai jumlah hewan yang dikurbankan. Jadi, jumlah untuk laki-laki maupun perempuan dihitung sama.
5. Perempuan Wasilah Kehidupan dan Keberkahan
Idul Adha juga menunjukkan bahwa perempuan adalah wasilah kehidupan dan keberkahan. Wasilah dalam peristiwa bolak-balik mencari air atau yang kita kenal sekarang dengan sa’i. Tanpa Siti Hajar yang jihad seperti itu, air zam-zam tidak akan pernah ada sampai sekarang.
Keberkahan bisa dirasakan tatkala air zam-zam sampai sekarang masih mengalir dan memberikan berkah sekaligus manfaat untuk umat Islam. Juga dari qurban, memberikan manfaat bagi pengusaha dan juga penerima daging qurban.
Baca Juga: 21 Buah untuk Promil yang Bantu Tingkatkan Peluang Hamil
6. Menepis Stereotype Perempuan
Banyak stereotype tentang perempuan dan itu bisa ditepis dari adanya peristiwa Idul Adha ini. Idul Adha mengajarkan bahwa sebagai perempuan, kita memiliki karakter yang sangat luar biasa.
- Perempuan adalah ilustrasi setan. Bisa kita bantah dengan hadirnya Sayyidah Hajar yang dengan tegas memberikan keteguhan kepada Nabi Ibrahim untuk mengikuti perintah Allah disaat ada godaan setan agar tidak menyerahkan Nabi Ismail untuk dikurbankan. Sayyidah Hajar akhirnya melempari setan dengan batu.
- Makhluk lemah yang bergantung ke laki-laki. Sepenuhnya tidak benar, karena Sayyidah Hajar saja adalah sosok yang mandiri, bisa berjuang dalam kesendiriannya semenjak kepergian Nabi Ibrahim.
- Sayyidah Hajar merelakan Nabi Ibrahim bersama Sayyidah Sarah. Dalam kehidupan poligaminya, jauh dari kata stereotype istri kedua. Sayyidah Hajar kuat menjalani ujian hidup, menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa menyusahkan dan bergantung pada orang lain.
Kisah Siti Hajar di balik Idul Adha ini sangat luar biasa. Yang tidak boleh kita lupa dari itu semua adalah Siti Hajar memiliki sifat optimisme. Seorang perempuan yang optimis akan harapan untuk mendapatkan hasil. Sungguh luar biasa sekali.