Seperti yang telah kita ketahui, bahwa kata Ngawi sendiri diambil dari kata awi yang memiliki arti bambu. Ngawi juga termasuk daerah yang dilalui oleh aliran Sungai Bengawan Solo, sehingga tidak asing lagi bagi kita jika tepi kiri dan kanan sungai pasti ditumbuhi oleh bambu. Bukan tanpa alasan, kenapa sungai-sungai di jawa banyak ditanami bambu, faktanya bambu ternyata termasuk tanaman konservasi yang sangat bermanfaat sekali untuk mencegah banjir dan longsor.
Baca Juga : Sering Melanda Ngawi, Bagaimana Langkah Antisipasi Saat Terjadi Angin Puting Beliung?
Lahan Kritis DAS Bengawan Solo
Lahan kritis di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo terus meningkat, tercatat sampai dengan tahun 2018 silam, lahan sangat kritis mencapai 3.402 hektare. Sementara itu, lahan dengan kategori kritis mencapai 59.844 ha, dan kateori lahan agak kritis mencapai luas 777.678 ha.
Ekosistem DAS Solo mencakup dari Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) yang merupakan hulu dari sungai Bengawan Solo hingga Kabupaten Gresik (Jawa Timur) yang merupakan hilir dan muara dari Sungai Bengawan Solo. Perubahan lahan di DAS Bengawan Solo setiap tahun juga terus meningkat, sehingga mengakibatkan luas hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, sawah, dan pertanian lahan kering menjadi berkurang. Sedangkan permukiman, perindustrian, dan sarana perekonomian lainnya terus meningkat.
Berbagai perubahan penggunaan lahan tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja, pasalnya DAS Bengawan Solo memiliki posisi penting di Pulau Jawa sebagai salah satu prioritas utama penataan ruang (RTRW) terkait dengan fungsi hidrologi untuk pengembangan wilayah. Untuk itu sangat penting sekali untuk menjaga kelestarian ekosistem DAS Bengawan Solo ini, terutama Sub-Sub DAS yang berada di wilayah Ngawi, agar keseimbangan sistem hidrologi tetap terjaga dan tidak menimbulkan bencana seperti banjir dan longsor yang diakibatkan karena rusaknya DAS.
Baca Juga : Peran Perempuan Menghadapi Bencana (Belajar dari Bencana Erupsi Gunung Semeru)
Tanaman Bambu Cegah Banjir dan Longsor
Dilansir dari republika.co.id, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, menyatakan bahwa bambu di hulu dan sepanjang sempadan sungai merupakan solusi yang tepat untuk mencegah potensi banjir dan tanah longsor. Penanaman bambu leboh efektif mencegah banjir daripada betonisasi.
Pembetonan di sempadan sungai hanya menstabilkan tanah secara kinetis, akibatnya saat air datang, sempadan tidak mampu menahan erosi. Selain itu, betonisasi juga berdampak buruk pada sumber mata air di sekitar sungai. Bambu sangat sesuai untuk memperbaiki kondisi hulu dan sempadan sungai, akar serabut pada bambu dapat menstabilkan tanah dan mencegah erosi.
Cadangan air yang dibutuhkan dalam suatu DAS juga akan tetap terjaga, sebab tanaman bambu memiliki kemampuan untuk mengkonversi air. Batang bambu yang kapiler dapat menghisap dan menampung air. Sehingga saat musim kemarau, air dapat dialirkan kebawah, sehingga siklus keberlangsungan sumber daya air akan tetap terjaga.
Tidak hanya itu, para peneliti dari LIPI juga menjelaskan bahwa bambu sangat baik untuk ditanam sskitar hulu dan hilir sungai, sebab bambu dapat bermanfaat baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Selain mencegah banjir dan longsor bambu juga memiliki nilai ekonomis untuk masyarakat sekitar.
Selain itu, dalam upaya mitigasi perubahan iklim, penanaman tanaman bambu juga dapat meningkatkan penyerapan karbon, terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa bambu mampu menyerap lebih dari 62 ton/ha/tahun karbon dioksida. Cepatnya pertumbuhan bambu dibanding pohon lainnya, menjadikan bambu juga diunggulkan untuk mengurangi masalah deforestasi.
Dari berbagai penjelasan diatas, kita jadi mengetahui bahwa bambu merupakan salah satu tanaman konservasi yang sangat menarik untuk dibudidayakan. Namun dalam hal ekologi, bambu sendiri belum banyak dikembangkan, padahal tanaman bambu sangat berpotensi untuk menjadi alternatif solusi dari sejumlah permasalahan lingkungan. Seringkali bambu dianggap mengganggu dan malah melakukan penebangan terhadap bambu. kedepan mungkin saja bambu akan menjadi program tanam yang akan terus digalakkan oleh pemerintah.
Penulis : Nava Ayu Dwi Rosita