Belakangan berita tentang kebakaran yang melanda Blok Savana Lembah Watangan atau populer disebut Bukit Teletubies di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur tengah menyita perhatian publik. Tentu saja penyebab kebakaran yang terjadi pada 6 September 2023 tersebut tidak luput jadi perbincangan masyarakat luas dari berbagai kalangan.
Bukan ulah alam, petaka ini terjadi akibat percikan flare atau suar yang digunakan saat pemotretan prewedding pasangan calon pengantin di kawasan Bromo. Sebenarnya, penggunaan flare sendiri memang cukup familier di berbagai bidang, termasuk fotografi.
Dalam fotografi, flare sebenarnya merupakan cahaya yang tidak diinginkan untuk masuk ke lensa kamera karena dapat memberi efek bercahaya atau berkilau pada hasil jepretan gambar.
Hal ini sering terjadi ketika matahari atau sumber cahaya lainnya berada di dekat atau tepat di luar bidang pandangan kamera. Fotografer sering berusaha untuk menghindari flare ini, meski dalam beberapa situasi, justru dianggap sebagai elemen artistik yang diinginkan.
Dalam kasus di kawasan Bukit Teletubies, flare yang dilemparkan demi alasan artistik untuk foto prewedding justru meninggalkan percikan api yang menyambar savana. Belum lagi kondisi Bromo memang sedang cukup panas hingga percikan api kecil semakin melahap lahan dan menimbulkan kebakaran hebat.
Kronologi Kebakaran Bukit Teletubies di Kawasan Savana Bromo
Kebakaran di padang savana Bukit Teletubbies disebut-sebut sebagai akibat dari ulah pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Bagaimana tidak, kebakaran kecil dalam proses pemotretan untuk sesi foto prewedding pada Rabu (6/9/2023) sekitar pukul 11.30 WIB tersebut sebenaranya sudah disadari pihak terkait.
Ada dugaan jika keenam orang yang terlibat proses pemotretan saat itu melakukan pembiaran terhadap potensi kebakaran. Dalam video yang sempat beredar luas, keenam orang itu justru masih tampak tenang untuk melihat hasil foto tanpa upaya pemadaman hingga akhirnya api terus membesar dan meluas.
Pasca kebakaran hebat tersebut, orang-orang yang diduga sebagai pelaku langsung diamankan pihak kepolisian, yaitu Polres Probolinggo. Berdasar hasil penyelidikan, disebutkan jika kebakaran terjadi karena salah satu dari lima flare meletus saat dinyalakan hingga mengeluarkan percikan api.
Proses Pemadaman yang Sulit dan Kendala di Lapangan
Pada umumnya, proses pemadaman kebakaran memang tidak pernah mudah dan hampir selalu punya kendala di lapangan yang menyulitkan petugas. Terlebih di kawasan savana Bromo yang dipenuhi rerumputan kering, kebakaran imbas perluasan api semakin sulit dihindari hingga proses pemadaman butuh waktu yang cukup lama.
Kendala sumber air yang cukup jauh dan cuaca berkabut juga ditemui petugas di lapangan hingga helikopter hanya mampu melakukan pantauan udara. Pasalnya, pemadaman dengan bantuan water bombing via udara dengan helicopter hanya optimal dilakukan saat cuaca cerah.
Bahkan saat water bombing sudah diupayakan, pengangkutan air pun tetap terbatas hingga api tidak bisa segera padam dalam sekejap. Proses penembakan air dari udara secara berulang masih terus diupayakan petugas pemadam kebakaran demi menahan laju api yang berkobar dan berpotensi merusak kawasan Bromo.
Baca Juga: 9 Gaya Berfoto di Pantai yang Elegan dan Instagenic !
Dampak Kebakaran di Bukit Teletubbies Bromo
Akibat kebakaran hebat yang melanda kawasan wisata di Bromo tersebut, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menutup seluruh lokasi wisata. Bahkan, akses jalan antara Malang-Lumajang-Malang juga ikut terdampak karena harus ditutup selama kejadian dan proses pemadaman.
Namun, pada Minggu (10/9/2023), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur menyebut jika kondisi savana Bromo saat ini sudah lebih baik dari periode puncaknya beberapa hari lalu. Hanya saja, masih ada sisa-sisa kebakaran dari total tujuh titik api yang ditemukan.
Meski begitu, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) memutuskan untuk menutup semua pintu masuk menuju Gunung Bromo sejak Rabu (6/9/2023) pukul 22.00 WIB.
Gunung Bromo sendiri sebenarnya memiliki empat pintu masuk, yaitu di Desa Ngadisari di Kecamatan Sukapura, Desa Wonokitri di Kecamatan Tosari di Probolinggo, wilayah Kabupaten Lumajang dan daerah Jemplang, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Pasca penutupan pintu masuk, praktis aktivitas wisata Bromo bak ‘dibunuh’ secara perlahan.
Apa Hukuman untuk Pelaku dan Imbasnya untuk Kawasan Wisata Bromo?
Pemberitaan terkait kebakaran hebat di wilayah Bromo tidak berhenti pada kronologi dan dampaknya saja. Kelanjutan pemrosesan hukum untuk pihak-pihak yang berkontribusi pada petaka ini juga terus dikawal oleh masyarakat luas.
Setelah penangkapan dan pengamanan pelaku oleh pihak kepolisian, upaya hukum masih terus berjalan. Dalam perkembangannya, penanggung jawab wedding organizer (WO) yang menyalakan flare dalam sesi foto prewedding penyebab kebakaran savana Bromo disebut akan dikenakan pidana dengan ancaman penjara dan denda maksimum Rp 1,5 miliar.
Bahkan muncul pemberitaan lebih kanjut jika penanggung jawab WO diancam hukuman penjara selama lima tahun. Namun, nominal denda yang didebutkan kembali menuai kontroversi.
Ada pihak yang menilai jika nominal tersebut masih kurang atau tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan, termasuk biaya operasional untuk memadamkan api selama beberapa hari pasca kejadian.
Belum lagi kerugian ekonomi yang turut bedampak pada masayarakat sekitar yang menjadikan kawasan wisata Bromo sebagai mata pencaharian. Tentu saja penutupan area wisata juga ikut menutup sumber penghasilan warga lokal akibat tidak ada wisatawan yang datang.
Jika ditelaah lebih lanjut, secara umum kerugian ekonomi masih bisa dipulihkan saat aktivitas wisata sudah kembali berjalan normal. Namun, perlu menjadi catatan jika kerugian ekologi yang mendapatkan dampak terbesar karena proses restorasi alam bukanlah sesuatu yang instan. Butuh upaya berkelanjutan dan kerja sama dari seluruh masyarakat untuk ikut menjaga dan menaruh kepedulian pada Bromo.
Pelajaran yang Diambil Pasca Petaka Kebakaran di Bromo
Setiap kejadian memiliki sebab akibat, dampak yang akhirnya akan dirasakan, dan pembelajaran, termasuk kebakaran yang terjadi di savana Bukit Teletubbies Bromo.
Secara khusus, pelaku, baik penanggung jawab wedding organizer dan pasangan calon pengantin, harus lebih berhati-hati memperlakukan alam. Memilih properti dan tema yang berkaitan dengan alam tidak boleh sembarangan.
Kebakaran hutan bukan masalah sepele, apalagi jika terjadi hanya karena alasan memenuhi ego pribadi untuk mendapatkan hasil gambar estetik yang katanya akan dikenang seumur hidup. Sekecil apa pun bentuk api, bisa berdampak luas dan membahayakan alam serta masyarakat sekitar.
Flare bukan satu-satunya alat untuk menhasilkan keindahan foto. Perlu ada pertimbangan lokasi dan efek samping pasca dinyalakan, apakah flare bisa memberikan efek yang membahayakan atau tidak.
Bagi masyarakat luas, kejadian ini adalah pembelajaran besar bahwa kepedulian terhadap alam perlu ditumbuhkan lebih besar lagi. Bukan hanya flare, putung rokok yang dianggap hanya bara becil pun bisa memicu kebakaran hebat jika dibuang sembarangan.
Akhirnya, menjaga alam dan hutan dari potensi kebakaran atau kerusakan lainnya sudah seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak. Bukan hanya pengunjung dan masyarakat lokal, tapi juga kerja sama antara pemerintah dan seluruh warga untuk berkolaborasi menjaga kelestarian alam.
Sekali lagi, jangan terus ‘memberi makan’ pada ego untuk hanya memprioritaskan diri sendiri. Ingat juga bahwa segala bentuk kehidupan ini selalu berdampingan dan saling memberi dampak, entah itu positif atau negatif. Alam ini hidup dan berbicara pada manusia, jadi sudah sepantasnya manusia juga merangkul alam dengan harmonis.